KOTA MALANG - Mengusung beragam tema, International Conference on Engineering, Technology, and Social Sciences (ICONETOS) bisa dibilang cukup komplit. Pasalnya, segala rumpun keilmuan, dari teknik hingga ilmu sosial dibahas dalam konferensi yang diadakan kali ketiga tahun ini, Selasa (1/11/2022). Tema besar tahun ini ialah Toward a Sustainable Future for Interdisciplinary Synergy of Education.
Untuk itu, sesuai dengan isi sambutan Kepala LP2M, Prof. Dr. Agus Maimun dan Ketua Panitia ICONETOS 2022, Muhammad Anwar Firdausy, pihak panitia menghadirkan narasumber dari berbagai keilmuan.
Dalam sesi awal, ada Prof. Taufik, ilmuwan Indonesia yang berkarya di Negeri Joe Biden dan menjadi salah satu Guru Besar di California Polytechnic State University. Presentasinya yang diberi judul Cultivating Creativities to Promote Innovations: Academic Experiences menitikberatkan pada pendidikan untuk melatih kreativitas SDM di masa mendatang.
Untuk itu, ia menyarankan kolaborasi riset antar ilmuwan juga antar institusi dan antar negara untuk membuka peluang yang lebih luas. Selain itu, ada Prof. Peter Charles Taylor dari Murdoch University, Australia.
Baca juga:
Menanti Kolaborasi FISIP UB dan FISIPOL UGM
|
Sesuai dengan konsentrasinya, Prof. Taylor memaparkan transformasi Pendidikan STEAM (Science, Technology, Engineering, Art, and Mathematics). Pendekatan pembelajaran terpadu ini dinilai dapat memotivasi pencari ilmu untuk berpikir luas dalam menyelesaikan masalah di kehidupan nyata.
Di sesi kedua, peserta konferensi bertemu dengan narasumber asal Asia Tenggara. Dr. Ahmad Ginanjar Sya’ban (Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia) memaparkan tentang moderasi beragama yang akhir-akhir ini digencarkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia. Sumber yang ia pilih pun berasal dari manuskrip ulama Nusantara terdahulu. Ia menunjukkan bahwa, bahkan sejak zaman dahulu, para ulama telah mengajak pentingnya bertoleransi, terutama di negara dengan berbagai agama resmi seperti Indonesia.
Selanjutnya ada Prof. Dr. Ibnor Azli Ibrahim dari Brunei Darussalam yang memaparkan Unity in Diversity sebagai peluang untuk Agama Islam. Menurutnya ada banyak ruang dakwah dan komunikasi antar Muslim yang bisa dieksplor lebih dalam. Dengan mengeksplorasinya, maka umat Islam di ASEAN, khususnya, dapat memperkuat posisinya di berbagai sektor.
Narasumber berikutnya ialah Prof. Dr. Arndt Graf dari Goethe University Frankfurt. Materinya membahas beragam tantangan serta peluang digitalisasi di Asia Tenggara pasca pandemi Covid-19. Khusus di dunia pendidikan, misalnya, Prof. Graf menyatakan akan banyak kesempatan belajar di kampus-kampus internasional tanpa harus jauh-jauh datang ke negara tujuan. Pasalnya, kursus daring sudah menjamur sejak era pandemi. Maka, kesempatan tersebut harus dimanfaatkan setiap negara untuk mempromosikan kampus-kampusnya melalui laman terpadu.
Terakhir, pembicara dari UIN Maulana Malik Ibrahim, yakni Prof. Dr. Roihatul Mutiah yang baru saja dikukuhkan menjadi guru besar tahun ini. Sesuai dengan keahliannya, ia membahas perkembangan kosmetik herbal.
Menurutnya, tren kosmetik dari berbagai negara yang masuk ke Indonesia, harusnya dapat dimanfaatkan dengan maksimal oleh pemerintah. Dukungan terhadap industri kosmetik herbal harus digenjot agar kosmetik dalam negeri dapat memiliki daya saing dan daya jual. (nd)